Saturday, December 11, 2010

Semalam


Dan aku pun terjaga. Sedikit dalam kesadaranku yang masih rancu, kutarik selimut yang hanya menutupi kaki. Setelah benar benar aku bisa merasa, tak ada lagi hangat tubuh seperti beberapa jam yang lalu. Aku membalik tubuhku, hanya bantal dan selimut yang seharusnya menutup sebagian tubuh lagi, guling tergeletak. Kemanakah dia?

Entah kenapa aku menangis, entah kenapa aku merasa seperti dihianati, dimanfaatkan lalu ditelantarkan. Aku menangisi diriku, juga menangisi dirinya. Begitu kata hatiku saat ini. Kau dimana?

Kemarin malam, hujan tak ada henti hentinya. Kilatan putih saling sambar satu sama lain hingga gemuruh pun gempar memekikkan telinga. Segera ku menutup telinga rapat-rapat dengan guling. Yah, aku takut akan gemuruh guntur, pastinya aku akan mati seketika jikalau petir itu menyambar diriku. Itulah ketakutanku.

Rey menarik gulingku, sengaja. Entah kenapa aku selalu saja kalah, memang tubuhku tak segagah tubuhnya. Tapi, apakah yang gagah itu selalu menang? Nyatanya memang begitu. Dia berhasil menarik guling itu. Aku berusaha meraihnya lagi, saling tarik pun terjadi, tumpang tindih dan begitulah, layaknya anak kecil yang sedang bercanda kelewatan dan akan dilerai ibunda jika salah satu ada yang menangis.

Tawanya masih saja melekat. Aku mecoba meraih gulingku kembali, kutindih tubuhnya, gulingku sengaja ia tindih di bawah tubuhnya, aku berusaha merebutnya. Ia tertawa lepas, aku sedikit kesal. Aku pun sedikit tersentak kaget ketika kilatan cahaya menyambar dan Duar...... reflek aku menutup telingaku lekat-lekat. Segera aku merebahkan tubuhku dipojokan ranjang, kedua bantal pun sengaja Rey raih juga.

“kau tak ubahnya seperti seorang pengecut, tenanglah, kilat tak akan menyambarmu hingga kau hangus dan mati, masih ada aku di sini.” Katanya sok angkuh.

Aku mengencangkan tanganku menutup telinga, ia menarik tanganku. Satu pukulan kudaratkan tak sengaja di pipinya. Ia tak menyerah. Apa sih maunya, kesalku dalam hati. Kalau tidak hujan, mungkin ia tidak akan berada di sini dan aku akan sudah terlelap dalam mimpiku yang indah, mungkin.

Tak kuasa aku memukul ke segala arah, tanganku mengenai pipinya lagi-lagi. Ia tak menyerah, mungkin seperti inilah cara ia bercanda. Tanpa pikir panjang, aku ikuti kemauannya dengan main perang perangan seperti ini. Ia tertawa, aku juga ikut tertawa meskipun kesal. Kadang ada jeritan kecil, mengaduh dan saling pukul.

Setelah tiba-tiba kami saling pandang dalam posisi aku terlentang dan dirinya menelungkup. Wajah kami berdekatan, aku pun bisa merasakan deru nafasnya beradu dengan detak jantungnya yang tepat juga berada di atas jantungku. Seakan degupannya mengalun seirama semakin kencang dan semakin kencang.

Ia menatapku, mendekat dan mendekat. Tanganku seolah terkunci oleh tangannya yang memegang kedua telapakku. Bibir kami bertemu, aku memejamkan mataku, hangat dan akupun melayang.

Di luar hujan masih gemericik keras. Petir saling sambar. Seperti sudah peka, aku tak mempedulikannya lagi. Aku merasa aman, ketakutanku akan petir seolah lenyap. Gemuruhnya seperti gemuruh simponi penghantar tidur. Keringatnya membasahi tubuhku, tubuh kami. Tersadar seutas benang pun sudah tak melekat. Aku menikmati setiap gerakannya, entahlah, hangat dekapannya, dan anyir keringatnya. Aku mendesah, yah aku mencintainya. Ia sahabatku, tapi sekarang, ia lebih dari sahabatku. Aku mengerang, kami mendesah, memadu cinta mengayun waktu melibas dingin. Begitulah aku dapat menggambarkannya.

Malam begitu dingin. Hujan masih menyisakan rintiknya. Kudekap erat tubuhnya yang berpaling. Ia menolehkan wajahnya lalu tersenyum. Kami terlelap dalam pelukan, kami bermimpi dalam balutan. Saling merasakan, seperti tak mau terlepas. Seumpama langit yang tak berujung, aku pun mengharap demikian, kisah ini tak akan berujung.

Angin menghembus melalui jendela kamar menjelajah sela-sela pipiku. Sepoi dingin membangunkanku. Tirai berkibar terhempas angin. Di luar masih ada rintik. Kupandangi ranjangku. Tak ada, di mana ia yang membangkitkan amarah kemarin malam? Ketika kilatan petir saling menyambar dan bergemuruh megah. Hanya selimut terjeletak tanpa tubuh. Bantal tanpa kepala.

Kutekuk lututku, bersandar dipojokan ranjang. Rasaku benar-benar tertekan. Ada air mata mengurai. Tak tau kenapa. Hanya semalam aku sudah merasa memilikinya utuh dan kini ia meninggalkan diriku. Tanpa pesan dan pamit. Rey, kemanakah dirimu? Mungkinkah hujan dan petir telah menghempaskan dirimu dan menenggelamkanmu sengaja.

Kuseka air mataku, mencoba bertahan dalam kesendirianku kini. Semuanya telah berakhir, ataukah ini adalah sebuah awal? Aku harap seperti itu. Kusunggingkan senyumku kepada pagi yang rintik mengelabuhi hati yang gundah. Tidak, kau tidak mungkin pergi, kau mungkin butuh waktu untuk menjelaskan kenapa kau rela dan tega berbuat seperti ini padaku. Esok kau akan menemuiku. Memanggil namaku lagi. Bersamaku lagi dan tak lagi berpisah.

24 Desember 2005
Rifki Aris Sandi

Foto: lelaki terindah

Monday, November 29, 2010

Muntilan Malam Itu

gerbong terakhir tertarik pelan

berdericit mengikuti irama rem

di depan lokomotif bersiul

tut.... pertanda sinyal belum aman


sebelas jam menuju jogjakarta

dengan logawa kereta pagi

klakah sidoarjo surabaya madiun solo jogja purwokerto

bercerita dengan asongan penjual kacang


"mas mau kemana?" tanyanya lugu, "kacang mas?" tawarnya lagi

"terimakasih, mau ke magelang pak."

"ngapain mas?"

"demi menepati janji pak, kacangnya satu pak."


ia pergi setelah seribu rupiah ku kasih

kacang rebus teman perjalanku

untuk sebuah janji

atas nama persahabatan


jogjakarta jam lima sore

sejenak melintas malioboro

menuju magelang penuh perjuangan

meski harus naik angkot tidak berlabel malam hari

senyumku tetap mengembang


perempatan muntilan itu

aku masih menunggu

seakan aku terlantar

tanpa hirauan dan janji seperti terhempas


aku putuskan untuk menunggu

dua belas malam masih diperempatan

ojek menawari ku kan kemana

tapi aku diam menolak


oh, ternyata seperti ini

tak apalah

aku tak dihargai

yang jelas aku sudah datang


kaki melangkah

entah kemana di muntilan yang tak ku ketahui

beruntung bertemu malaikat kecil teman relawan

membawaku pergi ke Ngluwar juga


sekarang

aku mengerti

tak akan aku marah

tak akan pula aku dendam


biarlah

mungkin ada kesibukan atas dirinya

atau abu telah membawanya melayang jauh

dan tak peduli keberadaanku


lalu aku Bertanya dalam hati

AKU INI SIAPA?


NJELEIY!

Kec. Ngluwar Magelang, 18 November 2010

Wednesday, November 24, 2010

Cerita Dari Magelang


Ruas jalan menuju Magelang tertutup debu yang bertebangan keasana kemari mempengaruhi jarak pandang pengendara. Atap rumah putih karena abu, pohon-pohon bertumbangan juga karena abu. Maha dahsyat kekuatannya kali ini. Sampai kapan semuanya ini akan berakhir. Ketika Merapi mulai beraksi, semuanya ciut tidak ada apa-apanya kecuali berserah diri pada pemiliknya.

Beberapa hari suasana gelap, Muntilan seakan mati. Abu tak henti-hentinya turun. Masih saja terdengar gemuruh jum’at malam itu. Ketika harus dihadapkan pada kenyataan, kerikil, pasir dan abu vulkanik mengguyur dahsyat beserta awan panas yang enggan berkompromi lagi.

Ratusan orang harus meregang nyawa terpanggang diatas suhu rata-rata. Barak penuh pengungsi. Para lansia berjalan tertatih, anak kecil enggan tertawa lagi, ibu hamil hanya bisa berdoa, dan para lelaki sibuk berjaga dan waspada, akan ada apa lagi setelahnya?

Terketuk pun hati para relawan mulia untuk terjun mengurus mereka. Tak perlu dibayar, melihat mereka (korban) bisa tersenyum lagi adalah imbalan yang tak terhingga bagi mereka. Siang malam sibuk memantau, menyiapkan makanan, mengurusi kebutuhan mereka, menggalang dana dan logistic. Semua mereka lakukan hanya demi para korban tak berdosa.

Merapi masih mengeluarkan awan panasnya ketika saya meninggalkan Magelang. Hujan abu enggan berhenti meski sejenak. Tawa canda anak-anak kecil di pengungsian sekan melarangku pergi. Tak kuasa hati untuk beranjak, hanya doa yang selalu kuhatur agar semuanya lekas berakhir. Keretaku menjauh meninggalkan Jogjakarta, membawa cerita yang tak akan pernah aku lupakan. Semoga ada hikmah dibalik semua ini. Amin.

Monday, October 11, 2010

izinkan malam ini

Tuhan...
izinkan aku memeluknya
izinkan aku mengusap eluh air matanya
izinkan aku membelai mesra rambutnya

Tuhan...
malam ini aku berpikir
malam ini aku menghayal
malam ini aku menghendakinya

Tuhan...
jika memang ia buatku
jika memang harus aku memiliki senyum itu
jika memang kau menghendaki

bawa aku melebur dan izinkan
atau pasung aku dalam ringkuhku yang abadi

Thursday, September 23, 2010

kau

Tak pernah lekang aku mengingatmu
sedetik lupa, itu mustahil,
Tak pernah lepas aku mengamatimu
sejenak ku memaling, itu sia-sia.

Kau ada,
Kau bisa kuraih sesungguhnya,
Tapi percuma,
Kau tak mungkin kujamah!

Wednesday, September 8, 2010

Sunday, September 5, 2010

Wednesday, July 14, 2010

Cerita Dari Jatinangor (Karya Tunas Nusantara) Part I


Salam Karya Tunas Nusantara…


Hehehe…. Masih tak lupa dan wajib untuk dikenang. Kenapa wajib? Ya wajib lah, itu kali pertama gue sepanggung sama Marcela Zalianty, pertama kali juga di idup gue pas upacara dipimpin Olivia Zalianty, kerenkan????? So pasti keren, udah deh, nyesel lo kalo nggak ikut.


Pernah ngebayangin nggak telat sampai sembilan jam? Nggak usah dibayangin dah, bikin nggak semangat pokoknya. Tau nggak, dari tanahku tercinta Madura, Gue sama temen gue Hanip udah mbela belain berangkat malam hari menggunakan Ferry terakhir. Untung aja masih ada bus kota, kalau nggak terpaksa dah kita menggelandang ria di pelabuhan perak. Gue sih nggak masalah, tapi kasian budak satu ni, takut sakit. Hehehe.


Singkat cerita, bus kota melaju menelusuri Surabaya jam sepuluh petang 29 juni 2010. kantuk pun menyerang kami, untunglah 45 menit kemudian kami bisa turun dengan selamat di daerah kebonsari. Itu pun kami sempat terlantar sekitar setengah jam menunggu temanku yang menjanjikan akan memeberi tumpangan., malam itu.


Namanya Aditya tapi anehnya gue disuruh manggil dia Didi. Ya sudah lah sok, terserah. Nggak taunya lagi nih ya, ternyata si didi tuh ngajakin gue dan hanip nginep dirumah temennya yang nota bene gue berdua belum kenal sama tuh anak. Untunglah tuh anak yang gue kenal juga sebagai Aditya (nah loh aditya juga nama temennya) baik banget dan rela menjemput kami berdua. Makasih adit….


Keesokan paginya dengan menggunakan espass gue, hanip dan didi diantar ke bungur asih. Tuh kan baik bener nih anak, salut aku. Ternyata sampai disana yang datang hampir setengah, kemana yang lain. Gue langsung menghambur mengisi daftar kedatangan, dan pagi-pagi begini si hanip sudah dapat sentakan dari si coordinator gara-gara nggak bawa form pernyataan dan surat keluarga. Kapok koen le… mukanya langsung kikuk pasi, kasian juga, anehnya lagi kok malah gue yang ngejawab pertanyaan kakak koordinatornya? Apakah gue emang orangnya gak tegaan yah? Iyah, gue liat mukanya udah merah, senyam senyum mau nangis gitu. Kasian banget si anak magelang ini. Kasian juga jauh-jauh dari magelang dan gak diterima di Surabaya, tenang aja nip. Itu baru insiden pertama.

Insiden ke dua, buset dah si kakak koordinatornya sangar, penyemangat gitu, udah gitu baik banget dah, salut aku. Pernah ngebayangin nggak nungguin bis hingga sembilan jam lebih? Nggak pernah kan, makanya jangan sampai deh. Bosan bin Ngebetein banget tau. Katanya sih Jam 7 udah chabut ke Bandung, eh ditanya lagi jam sepuluh, ditanya lagi jam 12 sampe bosen akhirnya meraka para kontingen Surabaya diam tanpa kata menghambur dan bahkan ada yeng tertidur di bawah sinara matahari Surabaya yang menyengat. Komplit dah, ada yang kehilangan uang, sandalnya putus, boong sama ayahnya dan sebagainya dan sebagainya. Oh may god, ini jamboree jadi apa nggak yah, pikirku kala itu. Untung ada mall kecil, bolak-balik kesitu sampai lima kali muter-muter tanpa tujuan. Ehm.. menjemukan.


Finally bersama Mandala akhirnya kami berangkat, jarum jam menunjuk pukul setengah lima sore. Thanks God kami berangkat. Hanip langsung beringsut dikursinya, wajahnya keliatan banget Emosi dan lelah, bilangnya aja nggak. Bis membawa kami meninggalkan Surabaya, melewati gunung menyusuri lembah, sungai mengalir indah kesamudra bersama teman berpetualang. Salam Karya Tunas Nusantara…


Bersambung dulu yah…

Saturday, June 26, 2010

Seperti Tebu, itulah aku.




Kawan, seperti tak pernah berlalu. tentang kehidupan pemuja dan yang dipujanya. berharap kasih apa daya. begitulah cerminan seorang seperti aku. enggan menjamah keangkuhan.

Sosokku yang tak terlalu sempurna. bak batang tebu yang turus berumbai aku sering kali limbung. untung saja aku masih bisa bersembunyi. di balik rimbunnya rimba ladang tebu.

seperti tebu itulah aku menggambarkan diriku. sesuatu yang manis yang benar benar ada dalam diriku hanya dapat aku nikmati sendiri. sementara orang lain hanya memandangku kasar bahkan berduri halus. kawan, jangan jauhi aku, aku tak akan memberimu duri atau pun daun tubuhku yang sangat bisa menyayat tanganmu hingga berdarah-darah. aku hanya ingin berusaha menunjukkan, ada manis yang sangat dikejauhan lubuk hatiku.

Monday, May 31, 2010

Killing Up to 19 People, Israel attacks on Gaza aid ships

[AFP PHOTO/ABBAS MOMANI]
www.jawapos.com / 1 juni 2010


Israel attacks a Gaza-bound aid flotilla, killing up to 19 people and drawing international condemnation. Outrage over Israel's attack on aid ship which was up to 19 activists was killed as Israeli naval forces stormed a Gaza-bound aid flotilla in international waters. While Jerusalem argues its soldiers were attacked first, the raid has sparked international condemnation, and its consequences remain to be seen.

Israel’s Deputy Foreign Minister Danny Ayalon branded the activists “allies of Israel’s Islamist enemy Hamas” and a government spokesman said the convoy was intended to offer support to the radical Palestinian group. Israel says it had to intervene to avoid “illegal” goods reaching the harbour at Gaza. Al Jazeera had earlier reported that the convoy had changed its course to avoid a confrontation with the Israeli navy.

The Turkish government is furious over the Israeli operation. Most of the victims who died are Turkish. Ankara denounced what it calls “Israel’s inhumane interception” and has warned of “irreparable consequences” to the two countries’ relations. In Istanbul, thousands of protesters gathered outside the Israeli consulate. The demonstrators, chanting anti-Israel slogans, attempted to break past security barricades, but were held back by police.

Palestinian Authority President Mahmoud Abbas said that what Israel committed on board the Freedom Flotilla was “a massacre”. He has declared three days of official mourning for the dead. Hamas, which controls the Gaza Strip, is outraged and has called on Arabs and Muslims throughout the world to “rise up” against Israel by rallying outside all of Israel’s embassies.


Sources :

jawapos

kompas

Wednesday, May 19, 2010

Kau dan Diriku

Aku masih tak paham akan semuanya ini, benar tak paham. kenapa ini terjadi padaku, apakah kau tak mempunyai pelaku lain untuk kau sakiti? memang, aku bukan siapa yang harus kau jaga perasaannya, aku bukan siapa yang harus kau pedulikan, dan memang hanya aku yang tau dan merasakan. Kau hanya tersenyum simpul, tak berkelakar dan menunjukkan keangkuhanmu yang sesungguhnya itu buatku, diriku.


Aku bangga pernah mengenalmu sebagai seorang yang patut aku kagumi. Aku pun akan berjingkrak girang ketika tersebar kabar indah tentang dirimu dan bahkan hati ini gunadah ketika semuanya berubah. begitu setianya diriku akan dirimu yang ternyata kau benar-benar mencampakkan diriku.


Aku bukan Bola, Jangan kau tendang seenak udelmu. aku cemburu, aku menderita, semua ini karena dirimu. betapa bodohnya diriku yang selalu memikirkanmu. seandainya aku bisa membuka lubuk otakku sendiri dan membersihkan pecahan berantakan tentang dirimu.


Entahlah, aku tak bisa berkata apa-apa, aku kelu, akan diriku, akan dirimu yang ku puja dan ku sanjung. ini rahasia ku, dan mungkin juga rahasismu.. aku mencintaimu, selamanya,lebih dari yang kau tau... bodonya aku mencintai dirimu!!!


Sunday, April 18, 2010

Sepeda dan Belanda



Jika anda berkesempatan berkunjung ke Negeri Belanda, mungkin hal yang pertama anda lihat selain kanal dan kincir angin adalah kondisi jalanan Belanda yang ramai dengan para pengguna sepeda. Jangan heran, ada sekitar 16 juta sepeda di Belanda, jumlah yang hampir sama dengan dengan jumlah penduduknya.


Terlepas dari keprofesian dan jabatannya, satu dari setiap punduduk Belanda memiliki sepeda. Pekerja bawahan sampai kantoran juga pemerintahan semuanya bersepeda. Mereka mengayuh pedalnya setiap pagi untuk pergi ke kantor, sekolah juga pasar. Bisa di bayangkan, rata-rata orang Belanda mengayuh sepeda sejauh 40 Km pulang-pergi. Lumayan juga bukan?

http://farm1.static.flickr.com/189/459555893_1c4a33130c.jpg

Bersepeda adalah pilihan yang murah dan mudah bagi warganya. Memilih menggunakan bus dan trem maupun kereta api adalah tidak murah, begitu juga mengendarai mobil yang tentunya lebih mahal. Kecuali jika jarak tempuh cukup jauh atau cuaca yang tidak mendukung. Dan lagi, pilihan menggunakan bus dan trem adalah daya jangkaunya yang tidak bisa menjangkau jalanan kecil yang hanya bisa di jangkau dengan bersepeda atau berjalan kaki.


Selain murah dan mudah, bersepeda adalah suatu kegiatan bertransportasi yang menyehatkan dan ramah lingkungan. Mengayuh sepeda sambil menikmati udara segar Belanda, hal ini lebih menyehatkan dari pada duduk di kursi bus atau trem setiap hari tanpa melakukan gerakan mengayuh. Selain kendaraan bermotor juga mencemari lingkungan karena asap yang dikeluarkan menyebabkan polusi. Dengan sepeda, hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan. Sepeda adalah model alat transportasi yang tidak membutuhkan bahan bakar dan tidak rentan dengan naik turunnya harga minyak bumi di dunia dan pastinya ramah lingkungan.

Peran serta pemerintah akan penduduknya yang gemar bersepeda ditunjukkan dengan membangun jalur khusus bagi pengguna sepeda. Seperti jalur Buss Way di Jakarta, kendaraan selain sepeda tidak boleh melintas di jalur ini. Kenyaman dan keselamatan bersepeda pun diperhatikan dengan memasang rambu-rambu dan lampu lalu lintas. Perlu diketahui juga, pelanggaran lalu lintas bersepeda di Belanda akan dikenakan sangsi yang serius.


Itulah Belanda, suatu kebiasaan dan kepedulian yang patut dicontoh. Bersepeda adalah suatu bentuk inovasi Negeri Oranje yang sudah mendarah daging. Inovasi yang memberi pelajaran tentang penghematan, menyehatkan dan tak terpengaruh dengan naiknnya harga minyak dunia. Dan yang terpenting lagi, bersepeda dapat mengurangi gas emisi yang saat ini digembar-gemborkan sebagai penyebab Global Warming.


Reference :

Negeri Van oranje

Buku Panduan Studi di Belanda