Monday, November 23, 2009

aku ingin tapi tak ingin....

aku masih tak tau, juga mungkin tak perlu tau. tentang kehidupanku mungkin? atau tentang keinginanku? yang jelas aku merasa disetubuhi dengan tubuhku sendiri hingga aku tak sanggup untuk melepaskan naluriku sendiri.

seolah ada terali besar yang menghalangiku, padahal aku ingin keluar, menemuinya. bahkan dia masih tak mau peduli. sejujurnya aku ingin dia peduli. dan entahlah, sampai kapan ini berjalan. sampai kapan jeruji besi penghalang ini bisa terbuka. hingga aku tak perlu di persetubuh oleh tubuhku sendiri.

Friday, November 6, 2009

Catatan Kaki Rifki ; Cerita Dari Bali (27-29 Oktober 2007 / 27-29 Oktober 2009) Part II

Senyenyak nyenyaknya tidur kalau cuma lima jam yah mana cukup. Tapi mau bagaimana lagi, kita semua disini dikejar waktu. Mata masih enggan membelalak, ah kamar mandi masih terpakai tidur lagi sajalah, pikirku.

“hey, ayo bangun , bangun,” terdengar suara wanita dari luar kamar.

Ku lihat sejenak kearah pintu dan subhanallah….. miss Inayah… ya allah kenapa pintunya nggak kalian tutup, seketika aku terhentak dan terbangun. Deni… Syam… huft… aduh miss inayah ngeliat ga yah muka kusutku, rambut acak-acakanku pas bangun tidur… jadi tengsin banget, menjatuhkan harga pasaran saja. Ah, enggak kalik, miss nya cuma menjalankan tugas saja, alih profesi, tukang membangunkan mahasiswa yang molor alias wake up per, hehehehe…..

Belom kelar juga si syam mandi, entah ngapaen dia di kamar mandi, yang jelas aku nggak mau tau dan nggak akan pernah mau tau, yang jelas suara gemericik air dari shower masih terdengar jelas. Takutnya nggak ada suara air, nggak ada suara gemericik, tau-tau tinggal beberapa potong tubuhnya yang dimutilasi leak. Hi… serem banget prend. Kalian tau nggak, katanya di kamar ku itu dulunya tempat asal-muasal suster ngesot ditemukan, makanya aku rada merinding, hiii…

“hoy, ayo lekas mandi,” seru Miss Inayah lagi dari depan kamarnya yang tak jauh dari kamarku.

“Rifki, kamu mandi disini saja, nih kamar mandinya kosong,” suruh Miss Inayah.

Ku sunggingkan senyumku, ah, enggak enak kalau ditolak, tapi…. Masak cowok mandi di kamar cewek. Ehmmmmm…. Ya udahlah nggak pa-pa, sekarang ini bukan masalah cowok sama ceweknya yang jadi masalah, kita dikejar waktu dan semuanya harus tepat.


Mati koen, kamar mandinya gak ada apa-apanya. Yang ada hanya bak besar yang aku ketahui namanya bath up, cermin, shower, tempat sampah, kakus, mana gayungnya buat mandi???? Ya sudahlah mungkin pake shower ajah. Bismillah.

Bolak balik ku putar kerannya, tapi???? Showernya kok nggak nyala yah?? Malah keran bagian bawah nya yang keluar, showernya nggak nyala. Tau nggak airnya yang keluar nggak sederas yang aku kira, kecil banget arusnya. Kapan nih bath up mau penuh kalau begini. Aduh-aduh….. lha trus gimana mandinya, gak ada gayungnya. Kutarik nafasku, ehm…. Ya sudahlah mungkin ditunggu bath up nya penuh baru nyemplung berendam, sabunan, berendam lagi dan selesai.

Air terus mengalir, tapi volumenya kecil banget. Aku mendudukkan diriku yang telanjang bulat mengamati arus air yang tak penuh-penuh. Aduh sampai kapan, sementara shower yang hampir mirip dengan microphone, hanya aku main-mainkan saja, aku goyang-goyangkan dengan harapan tiba-tiba mancur ternyata sia-sia. Hemmmmmmmm, gimana yah ini???

Kupaksakan diriku nyemplung ke dalam bath up meski air masih sedikit banget. Tak sengaja punggung belakangku menyandar ke kran yang mengalir tadi dan what’s up bro, tiba-tiba showernya menyemburkan air deras banget. Aku tersentak, kaget dan mengucap alhamdulillah, akhirnya aku bias mandi juga. Tapi, kok nyala sendiri yah?? Leak? Ah bukan, itu hanya halusinasi saja. Aku amati tombol-tombol diantara kran-kran itu dan ternyata, untuk memfungsikannya hanya menekan tombol tengah itu ke bawah, dan tadi itu kebetulan punggung belakangku tang menekannya secara tidak sengaja. Hem… tuhan memang masih saying kepadaku, masalah mandi saja Dia masih menunjukkan mukjizat-Nya. Hahaha, aku tertawa dalam hati sambil memain-mainkan tombol rahasia itu. Dasar Rifki tolol, goblok dan katrok banget, begini saja nggak bisa. Astofirwo…

Huft, akhirnya, keluar kuga dari kamar mandi. Kejadian itu hanya bikin malu diri sendiri saja. Gimana entar kalo diajak nginep ke Hotel Hilton? Yang ada malah bingung, mana yang kamar mana yang lobbi? Bisa-bisa tidurnya nggak dikamar malah di Lobby. Hahaha…..

Setelah makan pagi dan check out dari hotel, kami ditemani tour guide kami dengan cerita-cerita tentang bali, bail dan bali dalam perjalanan kami menuju HPI atau Himpunan Pramuwisma Indonesia…. Hehehe, salah ding, Pramuwisata maksudnya. Namun sebelum ke situ, kita singgah di galeri galuh yang berada di kabupaten Gianyar. Gianyar kota seni, begitulah maktub Kabupaten Gianyar yang memang memiliki potensi seni tinggi. Pusat dari art di Gianyar adalah UBUD, sampai sampai Julia Robert rela jauh-jauh dari Amerika untuk syuting di sini. Maka dari itu, kita harus bangga punya Bali. I Love Bali Forever…

Selain menjual batik dan souvenir khas bali yang tentunya tanpa mengindahkan hukum tawar menawar, galeri galuh juga menghadirkan sebuah komplek bangunan miniatur rumah adat bali asli, bukan palsu. Uniq dan menggairahkan naluri narsis kami. Kapan lagi aku dan kawan-kawan mau menyalurkan bakat foto geniknya kalau tidak sekarang. Hahaha, satu dua tiga senyum…… Cekrek…. Cekrek sampai puas…..

Sejam kita di sana, dan aku pun tak membeli segelintir barang juga. Ehm…. Bokek men, maunya beli tapi, aku Cuma punya kartu kredit dan di dalam nggak nerima kartu kredit atas nama bank pasar harian. Hahaha…

Entah dimana aku sedikit tak paham, akhirnya aku dan rombongan sampai juga di kantor HPI Bali. Tak begitu besar dan tak begitu kecil. Hanya ada segelintir orang yang menyambut kita dengan senyuman merekah. Om suawasti astu bli…. Om santi santi santi nakal om… minta permen karet gelang… om… wkwkwkwkwkwkwkkkk

Intinya yang baru dibicarakan adalah mengenai Pramuwisata di Bali. Sedikit sedikit aku dapat ilmu lagi. Ternyata kebanyakan Guide itu berbahasa Indonesia, Inggris, Jepang, Korea, Mandarin dan Sekarang Pramuwisata yang dicari dan memang jarang ialah pramuwisata berbahasa Spanyol, Perancis, Italia dan Belanda. What?? Belanda?? Nggak salah dengar? Hahaha, semoga usahaku nggak sia sia belajar Bahasa Belanda, besok-besok bias jadi Pramuwisata di Bali, berkecimpung dengan Bule Nederland dan dapat wanita Nederland juga, asyikkkk…. Ik ben zo blij, mijn vriends…

Hahahaha….. kita ke UBUD…… tepatnya ke BCC, Bali Classic Center. Kok nggak ke Ubud nya sih??? Aku kan pengen ketemu Janeth dee Nafie seorang Australia yang telah menjadi warga Negara Indonesia dan menetap di Ubud serta penggagas Ubud Writers and Readers Festival yang diadakan setiap tahunnya. Dalam event ini seluruh penulis terkenal dunia berkumpul termasuk penulis-penulis muda dari seluruh dunia. Selain Janeth aku juga pengen ke Desa Lothtunduh, tempat Dewi “Dee” Lestari menggambarkan sosok Keenan dalam “Perahu Kertas” nya. Kenaan, Ludhe, Poyan, Jenderla Pilik dan Pangeran Alit. Aku pengen banget tau Lothtunduh sebenarnya.

Tapi, ya sudahlah, kelak saja kalau aku punya kesempatan kesini sendiri, aku akan kemari lagi. Di BCC kami di sambut dengan tarian penyambutan yang di sebut tarian Melasti. Setelah itu kami mengikuti wanita-wanita cantik bali itu beserta rombongan lelaki penabuh gending bali yang khas dengan udeng di kepalanya. Sekarang guide kami sedikit lucu, namanya bli wayan, wayan kulit atao wayan golek yah???

Kami digiring ke dalam sebuah bale yang sudah didesain dengan ornamen-ornamen khas bali. Disini kami disuguhi sebuah tarian bali yang ditarikan oleh dua orang putrid cantik khas dewata. Matanya mendelik-mendelik menakutkan tapi cuantik buanget. Sumpah aku mau pacaran sama dia… hehehe.

Lima belas menit kemudian kami digiring lagi menuju tempat untuk melihat tarian barong. Tak jauh dari situ terdapat sebuah panorama pedesaan yang mencerminkan kehidupan masyarakat bali pedesaan yang telah didesain sedemikian rupa dengan gadis-gadis bali yang memang telah dipersiapkan untuk menempati posisinya seperti gadis dipojokan itu yang sedang membuat canang (wadah sesaji yang dibuat dari janur) di dalam bale bengong. Tapi saying, di sungai kok gak ada gadis yang bali yang mandi yah?? Yang ini mah kurang lengkap rasanya, kok yang wajib dihilangkan dan yang sunnah diwajibkan? Bli-bli, gimana sih. Hehehehe..

Akhirnya kami tiba di sebuah panggung pertunjukan yang didesain seperti tribun langkap dengan meja-meja dan kursi yang tertata mewah. Dari sini kami disuguhi tarian-tarian khas bali yang indah dan mengagumkan. Selain menikmati pertunjukan, kami juga bisa menikmati santapan nusantara yang ditawarkan kedai-kedai makanan disekitar tribun.

Tak puas rasanya jadi penonton, akhirnya aku pun ikut andil turun ke panggung ditemanu penari yang aduhai molek sekali. Sumpah molek banget lah… ehmmm baunya wangi…. Aku menari sebisa mungkin meski tak selihai wanita cantik ini. Ku tatap wajanya, pagutan indah hidungnya, bibir merahnya, tubuhnya, akh….. tuhan shang hyang widi, ampuni aku…. Wanita ini sungguh sayang untuk dilewatkan.

Begitulah, hingga waktu pun mengharuskan aku dan rombongan beranjak. Lagi-lagi waktu, kenapa sih kita harus diperbudak oleh waktu?? Huft. Gumamku. BCC meninggalkan kesan mendalam bagiku, kalbuku dan ragaku seakan tertinggal disana. Aku berharap kelak aku akan menemukan gadis bali yang indah dan lembut sepertinya. Aku akan tinggal di Ubud, desa sejuta seni. Ubud…. Wait me for a moment. And I’ll come back.

Tuesday, November 3, 2009

Catatan Kaki Rifki ; Cerita Dari Bali (27-29 Oktober 2007 / 27-29 Oktober 2009) Part I

Tepat pukul 15.45 bis tiara mas resmi membawa kami berpelesir ke pulau bali. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga belas jam, akhirnya tibalah aku dan kawan-kawan dalam suasana subuh di desa adat sanur. Udara Bali kembali aku hirup setelah dua tahun yang lalu aku terakhir kali menginjakkan kakiku di sini. Hemmmmmmmmmm Bali, dengan segala keunikannya.
Tak sabar rasanya aku ingin segera berlari merasakan putihnya pasir sanur dan indahnya suguhan pencipta dengan apa yang dinamakan sunrise. Ini masih pagi, dan masya allah, begitu ramainya sanur. Beratus lebih muda-mudi tertawa riang gembira menanti sunrise nun indah. Sanur, the real of sunrise.
Aku sempat terkesiap sejenak, tersenyum dalam hatiku. Akh... dulu ditanggal yang sama dan ditempat yang tepat. Aku pernah mengukir sejarah bersama ketiga sahabatku, Yanuar dan Hendra. Menikmati sekaligus melanglang Bali. Dan sekarang, aku akan mengukir kembali bersama sahabat-sahabat seperjuangan yang sangat aku sayangi dan banggakan. Tawa canda aku dan merekan, dia dan semuanya, wau.... love you full guys...
Setelah puas, sebenernya sih nggak puas, tapi memang harus dipuas puasin (hehehe, hypocrite banget seh..) dengan sejuta take gambar yang sudah aku kenangkan bersama kawan-kawan. Sanur kami tinggalkan.
Kedua, sok gaya dan sok sok kan banget deh pokoknya. Setelah makan pagi di hotel puri bali dan menghabiskan wakti dua jam untuk mandi. Guaya tok, adus ae nang hotel, huek... hehehe... perjalanan berlanjut ke Bandara International Ngurah Rai. Let’s go guys... jangan lupa visa dan pasport anda, hehehehehe..., kita meluncur ke terminal kedatangan international.
Aku sih sempet manyun, malah bukan aku saja seh, tampang temen-temen juga begitu.kita nggak jadi ke terminal kedatangan international, tapi malah bus berbelok ke arah kantor utama gedung wasti sabha, angkasa pura I bandara Ngurah Rai. Pikirku, ngapain kita kemari, tapi semuanya itu berubah ketika aku tau kita akan mangadakan sebuah diskusi tentang angkasa pura, bandara, dan pesawat serta tetek bengeknya. Aku puas dan aku senang bisa dapat ilmu lagi. Terbesit dalam kalbuku, kok aku bisa masuk sastra inggris yah?? Kok gak masuk ITB aja ambil Teknik penerbangan biar bisa menjadi operator radar pengendali pesawat. Hehehehe.... pissss....... I love you sastra inggris...
Panasnya bali mulai terasa. Bis membawa rombongan ke arah Kuta Selatan. Tanjung Benoa tepatnya. Di perjalanan memoarku kembali membuka cerita masa laluku dua tahun yang lalu. Bay Pas Ngurah Rai, Perempatan Udayana dan Mc Donal tempatku mengais rezeki demi sesuap nasi dan biaya kuliah tahun depan. “Koran. Koran. Koran. Koran. Bali pos pak?” teriak mulutku dari petang hingga siang di sini. Akh... aku bersyukur dengan keadaanku sekarang, perjuanganku dulu tak sia-sia. Bali adalah mimpiku.
Bus berbelok kearah kiri menuju benoa. Panas menyengat. “pulau penyu mbak, bottom glas mbak,” beberapa makelar kapal menawarkan produk mereka. Aku senang melihat beberapa teman-temanku antusias. Mereka memang harus tau dan menikmati liburan mereka. Sedang aku hanya memilih membuka laptop temanku, mencoba merajut kata duduk dikursi pojok ditemani beberapa cewek yang memang menyenangkan untuk diajak bicara. Asli bule madura, faiq, salis plus zahroh sang petualang.
Kuta tetaplah kuta, pantai yang sudah termashur sejak puluhan tahun lamanya kini tak banyak berubah. Akhirnya, aku di Kuta lagi.... ah jadi kangen sama malam dimana aku berkenalan dengan seseorang. Dimana aku tau tentang dilema cinta dan kejujuran. Disaat aku tau sisi gelap Bali. yah, di depan hard rock sambil menyantap burger asli Mc. Donald.
Aku melepas rinduku sebentar dengan menginjakkan kakiku dan membasahi kembali dengan air laut pantai kuta. Sebentar saja aku sudah berada di tengah-tengah keramaian kuta square. Meski lelah, aku ingin sekejap bernostalgia bersama kenangan lama. Ah disana pikirku, aku dan dirinya, cinta ande-ande lumut.
Sebenarnya aku ingin kabur, ingin menikmati legian. “kamu dimana rif?” sebuah pesan singkat aku terima. Kusenyumkan bibirku, ah dia, “aku di square, kita ketemu di tempat biasa.” Balas smsku.
Sebuah cafe kecil yang tak jauh dari kuta. Ditemani gending bali, tak lebih lima belas menit, dia datang. Senyumnya membuatku lupa jika dulu dia pernah menjadi temanku, sahabatku.
“rifki, tambah kurus saja?”
“Dewa, aku nggak nyangka kita ketemu lagi,” kataku sambil memeluk dirinya. sahabatku yang kini telah dewasa banget..
Setelah bercakap-cakap lebih dari setengah jam, pikiranku mulai mengingat sesuatu. Teman-temanku, hotel, makan malam, bu Rif’ah, Atik. Ya tuhan aku disini bukan untuk jalan sendirian, aku punya acara terjadwal, aku harus pergi, kalau tidak aku bakalan ketinggalan bis ku.
Dengan sedikit berlari aku meninggalkan dewa menuju kuta. Matahari sudah resmi tenggelam. Kuta temaram dan semakin temaram. Jalanan mulai riuh dengan lampu-lampu menghias selasar restoran, hotel-hotel serta diskotik dan bar-bar ternama di sepanjang jalanan Kuta. Di mana yah mereka?? Atik pun, aku tak melihat hidungnya. Atik... dimana kamu, aku kan sudah bilang hubungi aku jika kalian mau beranjak.... aku menarik nafasku dalam-dalam, aku nggak boleh panik, kayak nggak tau Bali saja. Setelah menelepon Krisa, ternyata mereka sudah berada di setnra parkir. Hmmm untunglah.
“sudah ku bilang, biarlah kau bermalam ditempatku saja,” ucap Dewa.
Aku tersenyum, “kau ini ada-ada saja, lain kali saja wa.”
“aku ke lombok minggu depan, aku pindah kesana.” Tukasnya.
“really? Wow keren banget wa, ikut dong,”
waktu diperjalanan ke sentra parkir kami habiskan bercakap-cakap. Tak terasa aku harus berpisah dengan dewa. Dewa, entahlah, aku tak bisa berucap apa apa kecuali terima kasih. Jangan lupa hubungi aku dewa....
Di sentra parkir, ternyata hanya sebagian teman-temanku yang sedng menyantap makanannya. Sebagian lagi masih ada yang membersihakn dirinya di kamar mandi.
“kamu kemana saja prof..” kata salah satu temanku.
“profesor.....” deni menyambutku dengan riang hati.
“prof.. maaf aku tadi kelupaan..” tukas atik.
“rifki..... aku khawatir...” tambah ifa.
“aduh aduh... makasih banget semuanya... aku sayang sama kalian semua....” jawabku sejujur jujurnya... ternyata mereka semua menghawatirkan diriku.
Kaki sudah terlalu lelah, setengah jam berikutnya aku sudah berada ditempat tidur hotel yang cukup lah menurutku. Kupejamkan mataku, untuk kali ini, aku ingin tertidur pulas, tanpa beban dan melayang dalam mimpi-mimpi indahku. Selamat tidur teman....