Friday, April 8, 2011

KAU!

Taukah kau aku merindukanmu? Kala dimana aku membuatkan teh manis pagi hari. Roti selai coklat. Bagaimana caramu tertawa merayu, menyanjung. Ketika kau marah dan membuncahkan segala keegoisanmu. Kau yang angkuh. Bagaimana kau bermain. Aku merindukan semuanya.

Aku tau semuanya melibihi kau mengetahui siapa kau sesungguhnya. Betapa kejam dirimu yang selalu menuruti ego. Sungguh munafiknya dirimu yang tak pernah mengakuiku. Kau datang lalu pergi hanya untuk bermesraan dan tiba-tiba menghilang selama ini. Hati kecilku berbisik, ada alasan kau melakukan semua ini.

Alasan yang tolol jika ini kau bilang pertentangan. Lalu kenapa kau membawaku dalam pertentangan jika ini adalah akhir dari alasanmu itu. Tidakkah kau sudah menemukan kedamaian batin dalam kebersamaan. Jangan kau pikir aku tidak berpikir demikian. Keyakinanku melebihi segalanya. Tak ada alasan bagi diriku untuk tidak mencitaimu. Jangan banyak alasan.

Tak bisa ku ungkap segala getir pahit kehidupan tanpa dirimu kini. Kau merindukanku? Ah konyol sekali pertanyaanku! Bukankah kau sedang menikmati kejayaanmu sekarang. Kau hampir menduduki apa yang pernah kau katakan tentang keinginan terbesarmu pada malam yang terlalu singkat untuk kita lalui bersama. Kau akan melihatku menjadi bintang dan akan tersenyum bangga karenanya. Demikan kau bertutur padaku yang diakhir kalimat kau teruskan untuk tidak meninggalkanku. Meskipun kenyataannya kau meninggalkanku juga.

Aku tersakiti oleh diriku sendiri karena ulahmu. Bukanku tak sanggup. Tapi aku sudah tidak bisa. Tidak bisa menemukan sosok layaknya dirimu. Bahkan aku bergidik jijik jika aku harus berusaha mencari sosok seperti dirimu. Tak ada yang bisa menggantikan dirimu. Meski ada sejuta yang lebih sempurna darimu. Namun aku tidak bisa.

Bagiku, senyum, canda tawa dan kehangatanmu adalah bekas yang takkan dapat semudah ombak menghapus jejak-jejak kaki kita. Marahmu merah padam, egoismu seakan kau telan dunia, kuturuti semua apa yang kau inginkan. Jiwa raga telah kupersembahakan padamu pahatan indah ilahi rabbi. Membuatku remuk redam kau campakkan demikian.

Sudahlah, aku tak akan mengakhiri untuk merindukanmu. Namamu selalu ada di hati. Tolehlah aku jika kita bertemu. Jangan acuhkan aku. Beri aku ruang. Mencintaimu dengan caraku. Meski kau tak menganggapku lagi ada. Kasihanilah jiwaku.

Bodohnya diriku, mengemis iba akan buaian cintamu yang tak lagi bisa kudapat. Tapi setidaknya kau tau. Betapa besar dan tulus aku mencintaimu. Tanpa tawar menawar. Perhitungan dan bahkan tuntutan. Aku ikhlas mencintaimu.


Rifki
1 am April 8, 2011